UNICEF dan LPKIPI Latih 16 Fasilitator dari Pesantren dan Forum Anak
UNICEF dan LPKIPI Latih Fasilitator Pesantren dan Forum Anak untuk Cegah Kekerasan Berbasis Gender
UNICEF, bekerja sama dengan Lembaga Pelatihan dan Konsultan Inovasi Pendidikan Indonesia (LPKIPI), melatih 16 calon fasilitator dari pesantren dan Forum Anak, serta 14 pemangku kepentingan dari Kementerian Agama dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) di empat kabupaten/kota di Jawa Timur. Pelatihan ini merupakan bagian dari program “Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Perkawinan Anak melalui Penguatan Norma Sosial Berbasis Masyarakat”.
Program ini adalah inisiatif bersama antara Kementerian P3A, Kementerian Agama, dan UNICEF, dengan LPKIPI sebagai pelaksana di Trenggalek, Kota Malang, Lumajang, dan Bondowoso. Setiap kabupaten/kota memiliki satu pesantren dan satu desa sebagai lokasi kegiatan, dengan harapan menjadi percontohan pesantren dan desa ramah anak.
Wasis Jatmiko Aji, Penanggung Jawab Program Kerja Sama LPKIPI dan UNICEF, menjelaskan bahwa pelatihan yang berlangsung pada 21-23 Maret 2022 ini membahas modul Pendidikan Keterampilan Hidup (PKH), isu kesehatan dan lingkungan, serta cara bekerja dengan remaja. Peserta juga diajak menganalisis permasalahan yang dihadapi remaja, khususnya di pesantren, dalam menghadapi era digital abad ke-21, serta merencanakan tindak lanjut di tingkat Forum Anak, kelompok Anak Muda Madrasah, dan Pesantren.
Modul PKH dikembangkan berdasarkan penelitian UNICEF dan pengalaman implementasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Topik yang dibahas mencakup 13 keterampilan hidup inti, seperti komunikasi, pemecahan masalah, kerjasama, negosiasi, pengambilan keputusan, menghargai perbedaan, empati, partisipasi, berpikir kritis, kreativitas, pengaturan diri, manajemen stres dan emosi, serta resiliensi.
Arie Rukmantara, Chief Field Officer UNICEF, menekankan pentingnya peran organisasi anak dan remaja, termasuk pesantren dan madrasah, dalam membentuk perilaku dan norma sosial yang positif. Ia juga menyoroti tingginya angka kekerasan terhadap anak, di mana 60% di antaranya adalah kekerasan seksual, sehingga diperlukan upaya pencegahan dan penanganan yang melibatkan anak dan remaja sebagai pelopor dan pelapor.
Melalui pelatihan ini, diharapkan para fasilitator dapat membimbing 160 agen perubahan dari kalangan santri dan remaja di empat kabupaten/kota tersebut. Mereka akan menjadi ujung tombak dalam mengkampanyekan pencegahan dan penanggulangan KBG serta perkawinan anak, sehingga tercipta lingkungan yang aman dan ramah anak.